Waste of INVENTORY
"Katanya Distributor terbesar, kok barangnya sedikit sekali, Mas? ",
begitu ucap seorang mitra yang baru datang pertama kali ke tempat saya.
"Ya, beginilah adanya Pak...", balas saya tanpa banyak alasan, karena
saya belum kenal betul siapa beliau.
Lalu beliau "berceramah" panjang lebar bagaimana seharusnya. Saya
mendengarkannya dengan setengah hati. Mengapa?
Sebagai mantan karyawan yang berlatarbelakang Lean, menyabet Black Shirt
sebagai Sensei, tentu apa yang beliau sampaikan sangat bertolak
belakang dengan prinsip- Lean. Bagi saya, Inventory adalah salah satu 7
of Waste (7 pemborosan) yang harus dihilangkan, paling tidak
diminimalkan.
Maka, selama ini saya hanya memesan dan menyimpan barang
sesuai dengan forecast/order. Buat apa stock bertumpuk tanpa ada added
value nya? Bukankah stock itu uang yang diam? Apalagi jarak pabrik ke
tempat saya hanya sepelemparan batu sehingga tidak butuh waktu untuk
mendatangkan stock?
Pikiran saya jadi terseret kembali saat memberi materi training dulu.
Dan ketika hari ini rumah saya penuh dengan tumpukan barang, bahkan
sampai teras rumah, kebetulan beliau datang lagi.
Baru saja masuk pagar, beliau tertawa lebar dan berteriak, "Nah, gini dong
mas, Mantap!. Ini baru namanya Kaboga, Distributor Coklat TOBELO
terbesar!".
Saya hanya tersenyum, menelan ludah kering sambil mbatin, "mantap
gundulmu, di mana saya mesti selonjoran malam ini?".
SalTo,
Ahmad Faizin
Owner Kaboga-Distributor Coklat TOBELO